Huraian Sajak “Rostrum Ironi”
Sajak bertajuk “Rostrum Ironi” karya Raihani Mohd. Saaid merupakan sebuah kritikan sosial yang mendalam terhadap pelbagai isu yang berlaku dalam kehidupan moden, terutama berkaitan dengan kepalsuan dan ironi dalam tindakan manusia. Berikut adalah huraian mendalam mengenai sajak ini:
- Tema Utama: Kepalsuan dan Ironi dalam Kehidupan
Sajak ini mengungkapkan bagaimana manusia sering bertindak secara paradoks, memperlihatkan perbuatan yang bertentangan dengan kata-kata atau prinsip yang mereka agungkan. Misalnya, penyair menggambarkan seorang individu atau entiti yang berbicara tentang perdamaian tetapi pada masa yang sama menekan butang perang. Tindakan ini bukan sahaja ironi, tetapi juga menggambarkan hipokrasi yang sering berlaku dalam arena politik, sosial, dan peribadi. - Kritikan terhadap Penyalahgunaan Kuasa
Penyair menegur mereka yang menggunakan kuasa untuk kepentingan diri sendiri, seperti “menabur darah perajurit untuk mengharumkan namamu sendiri.” Kritikan ini mungkin ditujukan kepada pemimpin yang mengorbankan rakyat demi kelangsungan kedudukan mereka. Penyair juga menyentuh tindakan memberi hukuman kepada pihak lain dengan memindahkan dosa kepada orang lain, mencerminkan budaya menyalahkan tanpa tanggungjawab. - Isu Ketidakseimbangan Sosial
Dalam sajak ini, penyair turut menekankan ketidakseimbangan yang berlaku dalam masyarakat. Frasa seperti “sedang aku kelaparan dan bosan” menunjukkan jurang antara mereka yang berkuasa dan rakyat biasa. Individu yang berkuasa sibuk memberikan “pesan” tetapi gagal memahami atau menangani keperluan sebenar masyarakat. - Penipuan sebagai Pilihan Ketika Kebenaran Menyakitkan
Penyair meluahkan bagaimana kebenaran sering dielakkan kerana ia terlalu menyakitkan untuk dihadapi. Frasa seperti “engkau adalah si jujur yang memilih serpihan penipuan apabila kebenaran terlalu menyakitkan” menonjolkan bagaimana manusia sering memilih untuk hidup dalam kepalsuan demi menghindari kebenaran pahit. - Kritikan terhadap Media dan Retorik Kosong
Sajak ini juga mengkritik penggunaan retorik yang berulang-ulang tetapi tidak membawa makna sebenar. Penyair menulis tentang “mengulang-ulang retorik tentang semua pertarungan yang tidak perlu dimenangi hari ini,” yang mungkin merujuk kepada cara media, politikus, atau individu tertentu membesar-besarkan isu remeh untuk mengalihkan perhatian daripada masalah yang lebih besar. - Ironi dalam Kehidupan Seharian
Penyair menggambarkan ironi kehidupan melalui tindakan yang membesar-besarkan perkara remeh dan meremehkan hal-hal besar. Kritikan ini relevan dengan budaya masyarakat moden yang cenderung terpesona dengan perkara superfisial, seperti penampilan, status, dan hiburan, berbanding isu yang benar-benar penting. - Penutup yang Menggugah Fikiran
Pada akhir sajak, penyair menutup dengan gambaran bagaimana manusia sering membuat jenaka tentang malapetaka tetapi akhirnya membiarkan jenaka itu bertukar menjadi derita. Ini mencerminkan sikap acuh tak acuh dan ketidakpekaan terhadap isu besar yang akhirnya membawa kemudaratan kepada diri sendiri dan masyarakat.
Gaya Bahasa dan Nada
Sajak ini menggunakan gaya bahasa yang penuh ironi, simbolisme, dan retorik. Nada sajaknya sinis tetapi sarat dengan kebenaran, seolah-olah penyair ingin menggoncang pembaca untuk menyedari kepalsuan dan ketidaksinambungan yang berlaku di sekeliling mereka.
Kesimpulan
“Rostrum Ironi” adalah karya yang mengajak pembaca untuk merenung dan menilai semula tindakan serta kepercayaan mereka. Dengan menyentuh isu-isu seperti hipokrasi, penyalahgunaan kuasa, dan sikap manusia terhadap kebenaran, sajak ini menjadi refleksi yang relevan dalam dunia moden. Raihani Mohd. Saaid menggunakan ironi dengan begitu efektif untuk menunjukkan betapa jauhnya manusia telah tersasar daripada nilai-nilai asas yang benar.